Ada yang mengganjal,
pikirku saat sudah berjalan dua belas ribu kilo
meter dari tempat itu.
sudah -nyaris- sampai ke tempat baru.
Apa ya?
Handphone (?)
aku raba kantong jeans ku. Ia nyaman disana.
Lampu penerangan (?)
Ah, apaaa!
Aku kesal.
Perjalanan ini seharusnya menyenangkan.
Tak perlu ada berat hati disetiap langkah menuju
tempat baru nya.
Tak perlu ada adegan gelisah serta sesak tiba tiba.
Ah aku ingat!
Sialan!
yang tertinggal bukan barang.
yang tersisa adalah penyesalan,
atas ratusan kalimat yang selalu gagal
tersampaikan.
marah yang meledak -hanya- didepan cermin kamar.
dan tangis yang lebih sering aku tumpahkan diam
diam,
semuanya, tertuju untuk mu.
Aku tidak tahu, apalagi yang bisa aku upayakan.
selain ku ganti namaku,
selain ku ganti wajahku,
untuk mengurangi sedikit beban dikepalaku,
untuk mengurangi sedikit sesak didadaku,
untuk mengurangi sedikit aku ketika ditempat itu.
Kedua kakiku sepertinya sedang berperang.
sisi kanannya mengatakan:
abaikan!
abaikan!
tempat barumu tinggal selangkah lagi.
disusul teriakan rivalnya:
kembali! dua belas ribu kilometer tidak sia sia
untuk rasa ganjil yang harus kau selesaikan!
lama....
si kaki lebih memilih diam..
kami tak sampai sampai...